Tuesday, March 13, 2012

Jepang Tak Perlu Bahasa Inggris

Ibu saya membuka pensil-pensil berwarna itu, ia menunjukkannya kepada saya, juga sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris standar “Kuning art... thumbnail 1 summary


Ibu saya membuka pensil-pensil berwarna itu, ia menunjukkannya kepada saya, juga sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris standar “Kuning artinya yellow,” ujarnya “Biru adalah blue,” dan seterusnya. Sesekali saya mengulanginya, ibu saya jelas kepayahan, saya tahu pasti ia tak mampu berbahasa Inggris nyaris sama sekali kecuali kata yes dan no, tapi ibu saya seperti banyak orang tua lainnya ingin anaknya bisa berbahasa Inggris. “Kalau kamu ingin mudah bekerja suatu hari nanti, belajarlah bahasa Inggris, sangat penting!” ujar ibu saya berulang kali.
Di kemudian hari saya sendiri lupa dari mana kemampuan saya nyerocos bahasa negerinya Steven Gerrard itu. Yang saya ingat hari itu adalah satu-satunya hari dimana ibu saya coba mengajarkan saya bahasa asing itu. Saya tak tahu apa alasannya saat itu, tapi di kemudian hari ia berkisah bahwa ia sendiri kebingunga mengajari saya. Ia hanya coba mengajarkan saya karena kawan baiknya yang saat itu baru saja meninggal adalah pengguna bahasa ini dengan fasih.
Di suatu hari di masa-masa kuliah, saya sering berpikir “Apa gunanya bahasa yang saya kuasai ini?” orang tua saya tak punya uang untuk mengongkosi saya ke Singapore sekalipun, mencari beasiswa ipk saya sama sekali tak mencukupi. Walau saya sering nekad melamar beasiswa (yang akhirnya saya dapat tapi tak saya ambil itu hehehe…..gaya dikit lha) Bayangan luar negeri sangat jauh dari benak saya, walau angan itu jelas ada….sampai suatu hari saya benar-benar ke Eropa dan belahan dunia lainnya atas nama apa yang saya kerjakan dan cintai ini.



Maka tibalah saya di Jepang, negeri yang di masa kanak-kanak memenuhi kepala saya dengan segala petualangan luar angkasa, kartun robot atau kisah-kisah para ninja dan Samurai. Imaji saya tentang negeri ini adalah apa yang dipaparkan oleh film-film Hollywood, segala yang ditunjukkan oleh film mereka sendiri dan tentu saja cerita-cerita yang pernah saya dengar tentang mereka.
“Orang Jepang tu bahasa Inggrisnya parah banget, disana susah kemana-mana karena bahasa dan aksara yang mereka pakai,” itu kata nyaris semua teman saya yang pernah datang kesini. Saya sudah siap dengan semua itu saat akan menjejakkan kaki di negerinya Kazuyoshi “King” Miura ini. Tapi kemudian segala imaji kenorakan dan “kebodohan” mereka dalam bahasa sirna hanya dalam hitungan menit! Saat saya keluar dari bandara.
Saya yakin, Jepang tak butuh bahasa Inggris jika hanya ingin maju. Tanpa perlu memahami isi suratkabar atau segala iklan yang terpajang….saya yakin tak ada satupun lowongan pekerjaan di negeri ini yang mensyaratkan “Bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan baik,”
Jepang memiliki segalanya dan segalanya itu tak mereka peroleh karena mereka menguasai bahasa orang, semua ini mereka peroleh karena mereka paham apa itu kerja keras, sejarah, punya kemauan, memiliki target dan selalu bekerja sangat keras untuk mengejar apa yang diinginkan…..atas nama bangsa maupun pribadi. “Kami mengubah kebiasaan duduk di lantai dengan pindah ke kursi agar ukuran tubuh ini bisa lebih tinggi,” ujar Narito Fukushima, Direktur Festival Yokohama Football Film Festival pada saya.
“Satu-satunya alasan mengapa mereka harus bisa berbahasa asing termasuk Inggris hanya karena mereka ingin berhubungan dengan dunia luar,” komentar saya pada Dessy Tambunan, kawan lama yang saya tebengi di Nara. Malam itu saya membantu Dessy dan adiknya mengajar bahasa Indonesia pada Tomoaki Asano pria Jepang yang sebentar lagi akan membuka bisnisnya di Jakarta dan bisa jadi siap menguasai Jakarta.
Saya tak terlalu paham budaya mereka, tapi saya jadi teringat pelajaran sejarah dunia saat SMP dan SMA dulu. Kisah tentang Restorasi Meiji yang mulai membuka diri pada dunia luar, sampai kedatangan Komodor Perry di 1853 sebagai orang asing pertama yang membuka hubungan dagang ke negeri ini. “Kita butuh membandingkan diri dengan bangsa lain agar kita maju,” demikian kalau tidak salah kutipan di buku sejarah yang diucapkan oleh guru sejarah saya saat itu.



Jepang membuka diri, kemudian kita tahu kisah sejarah itu. Mereka menginvasi Rusia dan sempat mencaplok sebagian wilayah itu, menyerbu Korea, menginvasi China dan kemudian nyaris seluruh wilaya di Asia Timur Jauh dan Pasifik. Negeri Samurai memang bukan pemain baru di masalah kemajuan dan industrialisasi. Sayapun jadi meragukan kisah-kisah yang saya dapat, bahwa mereka maju setelah kalah perang dan meletakkan kekuatan militer mereka di bawah.
Saya percaya mereka sama seperti Jerman, Inggris dll yang sejak masa silam dulu dulu banget itu memang sudah kuat. Potensi alam mereka pun praktis hanya ikan dan gempa bumi yang bisa muncul seminggu sekali. Tapi etos kerja mereka setara orang Eropa sehingga tidak seperti kita yang terus menyebut diri sebagai bangsa yang besar serta berbudaya tapi nyatanya gitu-gitu aja….Jepang tanpa banyak bacot adalah negeri maju yang telah menguasai dunia.


Sumber